PENCURI SEMANGKA


Khalifah Al-Mu'tadhid dari dinasti Abasiyah adalah figur pemimpin yang terbuka. Ia mempersilakan rakyat untuk mengkritiknya kalau ia memang salah, terutama dalam memimpin mereka.

"Tuan, sebenarnya sudah lama ada ganjalan dalam hati yang ingin saya ajukan pada Tuan," kata seorang warga bernama Ibnu Hamdun Al-Nadim. "Kenapa kamu menundanya sampai sekarang?" tanya Khalifah. "Saya minder, Tuan: tidak berani menyampaikannya," jawab Ibnu Hamdun.

"Sekarang katakan, dan jangan takut." "Begini, Tuan: beberapa waktu lalu Tuan berkunjung ke wilayah Parsi; beberapa anak kecil tertangkap tangan mencuri buah semangka di sebuah ladang; Tuan lalu menyuruh memukul dan menahan mereka. Bahkan tidak cuma itu, Tuan memerintahkan untuk menyalib mereka. Padahal kesalahan mereka tidak sampai dituntut hukuman sekejam itu."

Dengan sabar Khalifah menjelaskan duduk persoalannya, "Jadi kamu kira yang disalib itu anak-anak? Lalu bagaimana aku harus mempertanggungjawabkan kepada Allah pada hari kiamat nanti kalau aku pernah menyalib anak-anak karena mereka mencuri semangka? Sebenarnya aku hanya ingin membasmi para penyamun yang memang harus dihukum mati. Sebagai taktik, anak-anak itu pura-pura disalib setelah terlebih dahulu mengenakan jaket dan cadar supaya tidak kentara. Dengan melihat mereka, para penyamun pasti gentar dan berfikir:

'Kalau karena mencuri semangka saja anak-anak sampai dihukum salib, bagaimana dengan kejahatan-kejahatan yang biasa kami lakukan?' Jadi itu hanya sekedar sandaiwara saja."

Sumber: Fawat Al-Wafyat, Syakir Al-Kabi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar