Senin 27 Agustus 1883 pukul 10.00 WIB adalah saat terakhir
penduduk di sekitar Selat Sunda melihat Matahari tengah naik ke puncaknya.
Setengah jam kemudian, mereka meregang nyawa diseret gelombang laut setinggi
sampai 40 meter…Jumlah seluruhnya 36.417 orang berasal dari 295 kampung di
kawasan pantai Banten dan Lampung. Keesokan harinya dan keesokan harinya lagi,
penduduk sejauh sampai Jakarta dan Lampung tak melihat lagi Matahari – gelap
gulita. Apa yang terjadi di hari yang seperti kiamat itu adalah letusan Gunung
Krakatau di Selat Sunda.
Suara letusannya terdengar sampai sejauh 4600 km dan di
dengar di kawasan seluas 1/8 permukaan Bumi. Telah banyak tulisan dan film di
seluruh dunia dibuat tentang kedahsyatan letusan Krakatau ini. University of
North Dakota, Volcanic Explosivity Index (VEI) mencantumkan dua gunungapi di
seluruh dunia yang letusannya paling hebat dalam sejarah moderen : Krakatau
1883 (VEI : 6) dan Tambora 1815 (VEI : 7). Dua-duanya ada di Indonesia, tak
jauh dari kita. Semoga kita, bangsa Indonesia – terlebih yang menamakan dirinya
geologist, mengenal dengan baik dua gunungapi ini.
Tetapi, banyak
dokumen menunjukkan bahwa Krakatau 1883 bukanlah satu-satunya letusan
dahsyatnya. Sebelumnya, masih di Krakatau juga, ada letusannya yang
kelihatannya jauh lebih dahsyat lagi daripada letusan 1883, yang terjadi pada
masa sejarah, pada masa kerajaan- kerajaan Hindu pertama di Indonesia tahun
400-an atau 500-an AD (Anno Domini, Masehi). Tentu saja letusan ini tak banyak
ditulis apalagi difilmkan sebab pengetahuan kita tentangnya masih samar-samar,
walaupun nyata. Adalah B.G. Escher (1919, 1948) yang berdasarkan
penyelidikannya dan penyelidikan Verbeek (1885) – dua-duanya adalah ahli
geologi Belanda yang lama bekerja di Indonesia – yang menyusun sejarah letusan
Krakatau sejak zaman sejarah – moderen.
Saat ini, di Selat
Sunda ada Gunung Anak Krakatau (lahir Desember 1927, 44 tahun setelah letusan Krakatau 1883
terjadi), yang dikelilingi tiga pulau : Sertung (Verlaten Eiland, Escher 1919),
Rakata Kecil (Lang Eiland, Escher, 1919) dan Rakata. Berdasarkan penelitian
geologi, ketiga pulau ini adalah tepi-tepi kawah/kaldera hasil letusan Gunung
Krakatau (Purba, 400-an/500-an AD). Escher kemudian melakukan rekonstruksi
berdasarkan penelitian geologi batuan2 di ketiga pulau itu dan karakteristik letusan Krakatau 1883, maka
keluarlah evolusi erupsi Krakatau yang menakjubkan (skema evolusi Krakatau dari
Escher ini bisa dilihat di buku van Bemmelen, 1949, 1972, atau di semua buku
moderen tentang Krakatau).
B.G. Escher berkisah,
dulu ada sebuah gunungapi besar di tengah Selat Sunda, kita namakan saja
KRAKATAU PURBA yang disusun oleh batuan andesitik. Lalu, gunung api ini meletus
hebat dan membuat kawah yang besar di
Selat Sunda yang tepi-tepinya menjadi pulau Sertung, Rakata Kecil dan Rakata.
Lalu sebuah kerucut gunungapi tumbuh berasal dari pinggir kawah dari pulau
Rakata, sebut saja gunungapi Rakata, terbuat dari batuan basaltik. Kemudian,
dua gunungapi muncul di tengah kawah, bernama gunungapi Danan dan gunungapi
Perbuwatan. Kedua gunung api ini kemudian menyatu dengan gunung api di Rakata
yang muncul terlebih dahulu.
Persatuan ketiga gunung api inilah yang disebut KRAKATAU. Tahun 1680, gunung Krakatau
meletus 3 batuapung dan abu
volkanik. Gunungapi Danan dan Perbuwatan hilang karena erupsi dan runtuh, dan
setengah kerucut gunung api Rakata hilang karena runtuh, membuat cekungan
kaldera selebar 7 km sedalam 250 meter. Desember 1927, ANAK KRAKATAU muncul di
tengah- tengah kaldera.
menghasilkan lava andesitik asam. Tanggal 20 Mei 1883, setelah 200
tahun tertidur, sebuah erupsi besar terjadi, dan terus-menerus sampai puncak
erupsi terjadi antara 26-28 Agustus 1883 (Inilah letusan Krakatau 1883 yang
terkenal itu). Erupsi ini telah melemparkan 18 km
Seberapa besar dan
kapan erupsi KRAKATAU PURBA terjadi ? . Tulisan2 yang berhasil dikumpulkan
(buku2 dan paper2 lepas) menunjuk ke dua angka tahun : 416 AD atau 535 AD.
Angka 416 AD adalah berasal dari sebuah teks Jawa kuno berjudul ”Pustaka Raja
Purwa” yang bila diterjemahkan bertuliskan : ”Ada suara guntur yang menggelegar berasal dari Gunung Batuwara. Ada
goncangan Bumi yang menakutkan, kegelapan total, petir dan kilat. Lalu
datanglah badai angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan
seluruh dunia. Sebuah banjir besar datang dari Gunung Batuwara dan mengalir ke
timur menuju Gunung Kamula. Ketika air menenggelamkannya, pulau Jawa terpisah
menjadi dua, menciptakan pulau Sumatra” . Di tempat lain, seorang bishop
Siria, John dari Efesus, menulis sebuah chronicle di antara tahun 535 – 536 AD,
“ Ada tanda-tanda dari Matahari, tanda-
tanda yang belum pernah dilihat atau dilaporkan sebelumnya. Matahari menjadi
gelap, dan kegelapannya berlangsung sampai 18 bulan. Setiap harinya hanya
terlihat selama empat jam, itu pun samar-samar. Setiap orang mengatakan bahwa
Matahari tak akan pernah mendapatkan terangnya lagi” . Dokumen di Dinasti
Cina mencatat : ”suara guntur yang sangat
keras terdengar ribuan mil jauhnya ke baratdaya Cina”. (Semua kutipan
diambil dari buku Keys, 1999 : Catastrophe : A Quest for the Origins of the
Modern Worls, Ballentine Books, New York).
Itu catatan2 dokumen
sejarah yang bisa benar atau diragukan. Tetapi, penelitian selanjutnya menemukan
banyak jejak-jejak ion belerang yang berasal dari asam belerang volkanik di
temukan di contoh- contoh batuan inti (core) di lapisan es Antarktika dan
Greenland, ketika ditera umurnya : 535-540 AD. Jejak2 belerang volkanik
tersebar ke kedua belahan Bumi : selatan dan utara. Dari mana lagi kalau bukan berasal dari
sebuah gunungapi di wilayah Equator ? semua data menunjuk ke satu titik di
Selat Sunda : Krakatau !. Adalah sebuah
letusan KRAKATAU PURBA penyebab semua itu.
Letusan KRAKATAU
PURBA begitu dahsyat, sehingga dituduh sebagai penyebab semua abad kegelapan di dunia. Penyakit
sampar Bubonic (Bubonic plague) terjadi karena temperatur mendingin. Sampar ini
secara signifikan telah mengurangi jumlah penduduk di seluruh dunia. Kota-kota
super dunia segera berakhir, abad kejayaan Persia purba berakhir, transmutasi
Kerajaan Romawi ke Kerajaan Bizantium terjadi, peradaban South Arabian selesai,
berakhirnya rival Katolik terbesar (Arian Crhistianity), runtuhnya peradaban2
purba di Dunia baru – berakhirnya negara metropolis Teotihuacan, punahnya kota
besar Maya Tikal, dan jatuhnya peradaban Nazca di Amerika Selatan yang penuh
teka-teki. Kata Keys (1999), semua
peristiwa abad kegelapan dunia ini terjadi karena bencana alam yang mahabesar,
yang sangat mengurangi cahaya dan panas Matahari selama 18 bulan, menyebabkan
iklim global mendingin.
K. Wohletz, seorang
ahli volkanologi di Los Alamos National Laboratory, mendukung penelitian David
Keys, melalui serangkaian simulasi erupsi KRAKATAU PURBA yang terjadi pada abad
keenam Masehi tersebut. Artikelnya (Wohletz, 2000 : Were the Dark Ages Triggered by Volcano-Related Climate Changes in the
Sixth Century ? – If So, Was Krakatau Volcano the Culprit ? EOS Trans American
Geophys Union 48/81, F1305) menunjukkan simulasi betapa dahsyatnya erupsi
ini. Inilah beberapa petikannya. Erupsi sebesar itu telah melontarkan 200 km3
magma (bandingkan dengan Krakatau 1883 yang 3), membuat kawah
40-60 km, letusan hebat terjadi selama 34 jam, tetapi terus terjadi selama 10
hari dengan mass discharge 1 miliar kg/detik. Eruption plume telah membentuk
perisai di atmosfer setebal 20-150 meter, menurunkan temperatur 5-10 derajat
selama 10-20 tahun.
salah satu dampak ledakan krakatau |
Begitulah, Escher dan
Verbeek menyelidiki ada erupsi Krakatau Purba;
dokumen2 sejarah dari Indonesia (Pustaka Raja), Siria, dan Cina mencatat
sebuah bencana yang sangat dahsyat terjadi di abad 5 atau 6 Masehi; ice cores
di Antarktika dan Greenland mencatat jejak-jejak ion sulfate volkanik dengan
umur 535-540 AD, peristiwa2 Abad Kegelapan di seluruh dunia terjadi pada abad
ke-6, dan simulasi volkanologi erupsi Krakatau Purba : semuanya kelihatannya
bisa saling mendukung.