BUDAK TANPA MAJIKAN


Berkelana dengan jubah tambalan, wajahnya menghitam karena matahari, seorang darwis tiba di Kufah, di mana ia berjumpa dengan seorang pedagang.
Si pedagang berbicara kepadanya, dan memutuskan bahwa ia pasti seorang budak yang tersesat.
“Karena tindak-tandukmu halus, Aku akan memanggilmu Khair (bagus).” Katanya, “Engkau bukan budak?”
“Itulah saya,” jawab Khair.
“Akan kuantar engkau pulang, dan engkau dapat bekerja untukku sampai berjumpa tuanmu.”
“Saya senang sekali,” ujar Khair, “Karena sudah sangat lama saya mencari tuan saya.”
Ia bekerja beberapa tahun pada orang tersebut, yang mengajarinya menjadi penenun; oleh sebab itu nama keduanya adalah Nassaj (penenun).
Setelah layanannya yang lama, merasa bersalah karena terlalu mengeksploitasinya, pedagang tersebut mengatakan, “Aku tidak tahu siapa dirimu, tetapi sekarang engkau bebas untuk pergi.”
Khair Nassaj, Guru Agung Tarekat (Sufi), melanjutkan perjalanannya ke Mekkah tanpa penyesalan karena ia telah menemukan bagaimana melanjutkan perkembangannya, daripada tanpa memiliki nama dan diperlakukan seperti budak.
Ia adalah guru asy-Syibli, Ibrahim Khawwas dan juga Guru Agung kaum Sufi. Ia meninggal lebih dari seribu tahun yang lalu, di usia seratus duapuluh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar