KISAH KERAJAAN KEDIRI III / V

Airlangga juga memperluas wilayah kerajaan hingga ke Jawa Tengah, bahkan pengaruh kekuasaannya diakui sampai ke Bali. Menurut prasasti Pamwatan (1042), pusat kerajaan kemudian pindah ke Daha (daerah Kediri sekarang).
Beberapa kebijakan yang tercatat pernah dilakukan pada masa kepemimpinan Airlangga di Kediri diantaranya,
·         Tahun 1035 memerintahkan Mpu Kanwa menulis Arjuna Wiwaha yang diadaptasi dari epik Mahabharata. Kitab tersebut menceritakan perjuangan Arjuna mengalahkan Niwatakawaca, sebagai kiasan Airlangga mengalahkan Wurawari
·         Tahun 1036 membangun Sri Wijaya Asrama.
·         Tahun 1037 membangun bendungan Waringin Sapta
·         Memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, yang letaknya di muara Kali Brantas, dekat Surabaya sekarang.
·        
Membangun jalan-jalan yang menghubungkan daerah pesisir ke pusat kerajaan.
·         Tahun 1041 meresmikan pertapaan Gunung Pucangan.
·         Memindahkan ibu kota dari Kahuripan ke Daha..
Setelah pusat kerajaan dipindahkan ke daha maka kerajaan Erlangga lebih dikenal sebagai Kerajaan Kediri atau Kerajaan Panjalu1042-1222 dengan Ibu Kota Dhanapura disingkat Daha, yang terletak di tepi Sungai Brantas di Kota Kediri. Meski Dahanapura bermakna 'kota api', namun nama itu dimaksudkan sebagai simbol ke-maskulin-an kekuasaan semata
Nama Dahanapura terdapat dalam prasasti Pamwatan yang dikeluarkan Sri Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Utunggadewa pada tahun 1042. Hal ini sesuai dengan berita dalam Serat Calon Arang bahwa, saat akhir pemerintahan Airlangga, pusat kerajaan sudah tidak lagi berada di Kahuripan, melainkan sudah pindah ke Daha.
Pada kurun waktu antara 11 November 1037 M dan 6 November 1041 M, masih pada masa pemerintahan Airlangga, sejak kerajaan masih berpusat di Watan Mas sampai pindah ke Kahuripan puteri mahkota Airlangga dari sang permaisuri yang bernama Sri Sanggramawijaya Dharmaprasadha Utunggadewi, menduduki jabatan sebagai rakryan mahamantri alias putri mahkota. Gelar lengkapnya ialah Rakryan Mahamantri i Hino Sanggramawijaya Dharmaprasada Tunggadewi. Nama ini terdapat dalam prasasti Cane (1021) sampai prasasti Turun Hyang I (1035). Tokoh Dewi Kili Suci dalam Cerita Panji dikisahkan sebagai sosok agung yang sangat dihormati. Ia sering membantu kesulitan pasangan Panji Inu Kertapati dan Galuh Candrakirana, keponakannya.
Pada masa pemerintahan Airlangga dan raja-raja sebelumnya, jabatan tertinggi sesudah raja adalah rakryan mahamantri. Jabatan ini identik dengan putra mahkota, sehingga pada umumnya dijabat oleh putra atau menantu raja.

Dari prasasti-prasasti yang dikeluarkan Airlangga sejak 1021 sampai 1035, yang menjabat sebagai rakryan mahamantri adalah Sanggramawijaya Tunggadewi. Sedangkan, pada prasasti Pucangan (1041) muncul nama baru, yaitu Samarawijaya sebagai rakryan mahamantri.

Sanggramawijaya Tunggadewi identik dengan putri sulung Airlangga dalam Serat Calon Arang yang mengundurkan diri menjadi pertapa bernama Dewi Kili Suci. Dalam kisah tersebut, Dewi Kili Suci diberitakan memiliki dua orang adik laki-laki. Dengan demikian, Samarawijaya dipastikan adalah adik Sanggramawijaya Tunggadewi.

.           Dia menduduki jabatan ini selama 16 tahun, hingga kemudian terjadi gangguan dari putera Airlangga yang berasal dari selirnya, yakni Sri Mapanji Garasakan yang mengatakan bahwa dirinya yang berhak atas tahta kerajaan. Sehingga Sri Sanggramawijaya Dharmaprasadha Utunggadewi  yang di ksmudian hari di harapkan menjadi penerus Airlangga menolak menduduki tahta. Penolakan itu ditunjukkan oleh sang puteri mahkota dengan menjadi pertapa dan Bhikkuni yang bergelar Kilisuci untuk menghindarkan diri dari kemelut perebutan kekuasaan.
Menurut Serat Calon Arang, karena penolakan ini Airlangga kemudian ......


sebelumnya                                                                                                             sesudahnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar