KISAH KERAJAAN KEDIRI I / V

Airlangga atau yang lebih dikenal dengan nama Erlangga (Bali, 990 - Belahan, 1049) merupakan keturunan raja  dari kerajaan mataram dari dinasti Isyana yang kemudian menjadi pendiri Kerajaan Kahuripan, yang memerintah 1009-1042. Dapat dikatakan keturunan dari dinasti Isana karena Raja Airlangga adalah anak dari cucu mpu Sindok yakni Mahendradatta.
Nama Airlangga berarti "Air yang memancar". Ia lahir tahun 990. Ayahnya bernama Udayana, raja Kerajaan Bedahulu dari Wangsa Warmadewa. Ibunya bernama Mahendradatta, seorang putri Wangsa Isyana dari Kerajaan Medang. Waktu itu Medang menjadi kerajaan yang cukup kuat, bahkan mengadakan penaklukan ke Bali, mendirikan koloni di Kalimantan Barat, serta mengadakan serangan ke Sriwijaya.
Mahendradatta, juga dikenal di Bali dengan sebutan Gunapriya Dharmapatni, adalah puteri raja Sri Makutawangsa wardhana dari Wangsa Isyana (Kerajaan Medang). Ia menikah dengan Udayana, raja Bali dariWangsa Warmadewa, yang kemudian memiliki beberapa orang putra, yaitu Airlangga yang kemudian menjadi raja di Jawa, dan Marakata (menjadi raja Bali sepeninggal ayah mereka) kemudian Anak Wungsu (naik takhta sepeninggal Marakata)
Airlangga menikah dengan Dyah Sri Laksmi putri pamannya yaitu Dharmawangsa Teguh Raja Medang IV (saudara Mahendradatta)  di Watan, ibu kota Kerajaan Medang (sekarang sekitar Maospati, Magetan, Jawa Timur). Mahendradatta dan Dharmawangsa adalah anak dari Raja Putri Makutha Wangsa Wardhana, pemegang tahta sebagai Raja Medang III, keturunan Mpu Sindok
Adat pernikahan seperti ini di jawa di kenal dengan Nglumpukke balung pisah (berkumpulnya kembali kerabat atau saudara yang terpisah. Tradisi demikian masih dimungkinkan sepanjang memenuhi persyaratan cross cousin (anak dari saudara laki-laki dan perempuan seayah dan seibu), dan bukannya parallel cousin (anak dari sesama saudara laki-laki atau sesama saudara perempuan yang seayah dan seibu). Artinya, bahwa sama-sama saudara laki-laki sekandung, satu ayah dan satu ibu (pancer wali), tidak diperbolehkan besanan. Itu adat dan kebiasaan, serta kepercayaan yang berlaku umum, secara turun temurun, dan diyakini sampai kini, khususnya bagi orang Jawa.
            . Sejak awal, anak Mahendradatta lahir putra atau putri sudah dijodohkan dengan anak pamannnya sendiri, lahir putra dan putri. Artinya, bahwa Dharmawangsa akan besanan dengan Mahendradatta. Kebetulan Mahendradatta melahirkan Airlangga dan Dharmawangsa mempunyai keturunan seorang putri, yang berarti bahwa setelah dewasa nanti mereka diharuskan terikat oleh tali perkawinan, menjadi suami istri.
Ketika pesta pernikahan sedang berlangsung, tiba-tiba kota Wwatan diserbu Raja Wurawari yang berasal dari Lwaram (sekarang desa Ngloram, Cepu, Blora), yang merupakan sekutu Kerajaan Sriwijaya. Kejadian tersebut tercatat dalam prasasti Pucangan (atau Calcutta Stone). Pembacaan Kern atas prasasti tersebut, yang juga dikuatkan oleh de Casparis, menyebutkan bahwa penyerangan tersebut terjadi tahun 928 Saka, atau sekitar 1006/1007 yang juga merupakan kehancuran dan akhir dari kejayaan kerajaan mataram.
Penyerangan yang dilakukan oleh Raja Wurawari ini disebabkan oleh rasa sakit hati raja wurawari karena tidak berhasil mempersunting puteri mahkota Dharmawangsa teguh. Situasi ini di manfaatkan oleh Kerajaan Sriwijaya untuk mengajak Raja Wura-wari bersekutu menyerang Raja Dharmawangsa Teguh. Kejadian ini tercatat dalam prasasti Pucangan, penyerangan ini terjadi sekitar tahun 928 saka
Dalam serangan itu, Dharmawangsa Teguh tewas beserta puteri mahkotanya , sedangkan Airlangga lolos ke hutan pegunungan (wanagiri) ditemani pembantunya yang bernama Mpu Narotama yang setia menemani sejak masa pelarian sampai masa pemerintahan majikannya itu. Menurut prasasti Pucangan, Airlangga dan Narotama berasal dari Bali. Keduanya datang ke Jawa tahun 1006.
Pada saaat masa pelarian itu Airlangga berusia 16 tahun, dan mulai menjalani hidup sebagai pertapa pada saat pelarian itu Airlangga menimba ilmu pada Mpu Kanwa. Salah satu bukti petilasan Airlangga sewaktu dalam pelarian dapat dijumpai di Sendang Made, Kudu, Jombang, Jawa Timur.
            Setelah tiga tahun hidup di hutan, Airlangga didatangi utusan rakyat yang memintanya supaya membangun kembali Kerajaan Medang. Mengingat kota Wwatan sudah hancur, Airlangga pun membangun ibu kota baru bernama Watan Mas di dekat Gunung Penanggungan.....

                                                                                                                   sesudahnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar