Kerajaan Singosari

Kerajaan Singosari (1222-1293), adalah sebuah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Lokasi kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di daerah Singosari, Malang.
Kerajaan Singosari adalah salah satu kerajaan besar di Nusantara vang didirikan oleh Ken Arok pada 1222. Sejarah Kerajaan Singasari berawal dari Kerajaan Tumapel, yang dikuasai oleh seorang akuwu (bupati). Letaknya di daerah pegunungan yang subur di wilayah Malang dengan pelabuhannya bernama Pasuruan. Dari daerah inilah Kerajaan Singosari berkembang dan bahkan menjadi sebuah kerajaan besar di Jawa Timur, terutama setelah berhasil mengalahkan Kerajaan Kediri dalam pertempuran di dekat Ganter tahun 1222 M. Kerajaan Singosari mencapai puncak kejayaan ketika dipimpin oleh Raja Kertanegara (1268-1292) yang bergelar Maharajadhiraja Kertanegara Wikrama Dharmottunggadewa.
Ibu Kota
Berdasarkan prasasti Kudadu, nama resmi Kerajaan Singosari yang sesungguhnya ialah Kerajaan Tumapel. Menurut Nagarakretagama, ketika pertama kali didirikan tahun 1222, ibu kota Kerajaan Tumapel bernama Kutaraja.
Pada tahun 1253, Raja Wisnuwardhana mengangkat putranya yang bernama Kertanagara sebagai yuwaraja dan mengganti nama ibu kota menjadi Singosari. Nama Singosari yang merupakan nama ibu kota kemudian justru lebih terkenal daripada nama Tumapel. Maka, Kerajaan Tumapel pun terkenal pula dengan nama Kerajaan Singosari.
Nama Tumapel juga muncul dalam kronik Cina dari Dinasti Yuan dengan ejaan Tu-ma-pan.
Awal Berdiri
Menurut kitab Pararaton Tumapel semula hanya sebuah daerah bawahan Kerajaan Kadiri. Yang menjabat sebagai akuwu (setara camat) Tumapel saat itu adalah Tunggul Ametung. Ia mati dibunuh dengan cara tipu muslihat oleh pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok, yang kemudian menjadi akuwu baru Ken Arok merebut daerah Tumapel, salah satu wilayah Kerajaan Kediri yang dipimpin oleh Tunggul Ametung, pada 1222. Ia membunuh Tunggul Ametung karena jatuh cinta pada istrinya, Ken Dedes. Ken Arok kemudian mengawini Ken Dedes. Ken Arok kemudian berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kadiri. Pada saat dikawini Ken Arok, Ken Dedes telah mempunyai anak bernama Anusapati yang kemudian menjadi raja Singosari (1227-1248). Raja terakhir Kerajaan Singosari adalah Kertanegara.
Arca Ken Dedes
Pada tahun 1254 terjadi perseteruan antara Kertajaya raja Kadiri melawan kaum brahmana. Para brahmana lalu menggabungkan diri dengan Ken Arok yang mengangkat dirinya menjadi raja pertama Tumapel. Perang melawan Kadiri meletus di desa Ganter yang dimenangkan oleh pihak Tumapel.
Nagarakretagama juga menyebut tahun yang sama untuk pendirian Kerajaan Tumapel, namun tidak menyebutkan adanya nama Ken Arok. Dalam naskah itu, pendiri kerajaan Tumapel bernama Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra yang berhasil mengalahkan Kertajaya raja Kadiri.
Prasasti Mula Malurung atas nama Kertanagara tahun 1255, menyebutkan kalau pendiri Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa. Mungkin nama ini adalah gelar anumerta dari Ranggah Rajasa, karena dalam Nagarakretagama arwah pendiri kerajaan Tumapel tersebut dipuja sebagai Siwa. Selain itu, Pararaton juga menyebutkan bahwa, sebelum maju perang melawan Kadiri, Ken Arok lebih dulu menggunakan julukan Bhatara Siwa.
Ken Arok sebagai raja pertama Kerajaan Singasari bergelar Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi dan dinastinya bernama Dinasti Girindrawangsa (Dinasti Keturunan Siwa). Pendirian dinasti ini bertujuan menghilangkan jejak tentang siapa sebenarnya Ken Arok dan mengapa ia berhasil mendirikan kerajaan. Di samping itu, agar keturunan-keturunan Ken Arok (bila suatu saat menjadi raja besar) tidak ternoda oleh perilaku dan tindakan kejahatan yang pemah dilakukan oleh Ken Arok. Raja Ken Arok memerintah pada tahun 1222-1227 M. Masa pemerintahan Ken Arok diakhiri secara tragis, saat ia dibunuh oleh kaki tangan Anusapati, yang merupakan anak tirinya (anak Ken Dedes dengan suami pertamanya Tunggul Ametung).
Raja Anusapati Dengan meninggalnya Ken Arok, tahta Kerajaan Singasari langsung dipegang oleh Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahan yang cukup lama itu (1227-1248 M), Anusapati tidak melakukan pembaruan-pembaruan, karena Anusapati larut dengan kegemarannya sendiri, yaitu menyabung ayam.
Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai kepada putra Ken Arok dengan Ken Umang yang bernama Tohjaya. Tohjaya mengetahui bahwa Anusapati suka menyabung ayam, karena itu Anusapati diundang untuk menyabung ayam di Gedong Jiwa (tempat kediaman Tohjaya). Saat Anusapati sedang asyik melihat aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjaya mencabut keris Empu Gandring yang dibawa Anusapati dan langsung menusukkan ke punggung Anusapati hingga ia meninggal.
Raja Tohjaya Dengan meninggalnya Anusapati, tahta kerajaan dipegang oleh Tohjaya. Tohjaya memerintah Kerajaan Singasari hanya beberapa bulan saja (1248 M), karena putra Anusapati yang bernama Ranggawuni mengetahui perihal kematian Anusapati. Ranggawuni yang dibantu oleh Mahesa Cempaka menuntut hak atas tahta kerajaan kepada Tohjaya. Tetapi Tohjaya mengirim pasukannya untuk menangkap Ranggawuni dan Mahesa Cempaka. Rencana Tohjaya telah diketahui oleh Ranggawuni dan Mahesa Cempaka, sehingga keduanya melarikan diri sebelum pasukan Tohjaya menangkap mereka.
Untuk menyelidiki persembunyian Ranggawuni dan Mahesa Cempaka, Tohjaya mengirim pasukan di bawah pimpinan Lembu Ampal. Namun, Lembu Ampal akhirnya menyadari bahwa yang berhak atas tahta kerajaan ternyata Ranggawuni, maka ia berbalik memihak Ranggawuni dan Mahesa Cempaka. Ranggawuni yang dibantu Mahesa Cempaka dan Lembu Ampal berhasil merebut tahta kerajaan dari tangan Tohjaya. Selanjutnya Ranggawuni menduduki tahta Kerajaan Singasari.
Raja Wisnuwardhana Ranggawuni naik tahta atas Kerajaan Singasari dengan gelar Sri JayaWisnuwardhana dibantu oleh Mahesa Cempaka dengan gelar Narasinghamurti. Mereka memerintah bersama Kerajaan Singasari (1248-1268 M). Wisnuwardhana sebagai raja, Narasinghamurti sebagai Ratu Angabhaya. Pemerintahan kedua penguasa tersebut membawa keamanan dan kesejahteraan. Pada tahun 1254 M, Wisnuwardhana mengangkat putranya sebagai Yuvaraja (raja muda) dengan maksud untuk mempersiapkan putranya yang bernama Kertanegara menjadi seorang raja besar di Kerajaan Singasari. Setelah Wisnuwardhana meninggal dunia (dialah satu-satunya raja yang meninggal tidak terbunuh di Kerajaan Singasari), tahta Kerajaan Singasari beralih kepada Kertanegara.
Kisah suksesi raja-raja Tumapel versi Pararaton diwarnai pertumpahan darah yang dilatari balas dendam. Ken Arok mati dibunuh Anusapati (anak tirinya). Anusapati mati dibunuh Tohjaya (anak Ken Arok dari selir). Tohjaya mati akibat pemberontakan Ranggawuni (anak Anusapati). Hanya Ranggawuni yang digantikan Kertanagara (putranya) secara damai. Sementara itu versi Nagarakretagama tidak menyebutkan adanya pembunuhan antara raja pengganti terhadap raja sebelumnya. Hal ini dapat dimaklumi karena Nagarakretagama adalah kitab pujian untuk Hayam Wuruk raja Majapahit. Peristiwa berdarah yang menimpa leluhur Hayam Wuruk tersebut dianggap sebagai aib.
Di antara para raja di atas hanya Wisnuwardhana dan Kertanagara saja yang didapati menerbitkan prasasti sebagai bukti kesejarahan mereka. Dalam Prasasti Mula Malurung (yang dikeluarkan Kertanagara atas perintah Wisnuwardhana) ternyata menyebut Tohjaya sebagai raja Kadiri, bukan raja Tumapel. Hal ini memperkuat kebenaran berita dalam Nagarakretagama. Prasasti tersebut dikeluarkan oleh Kertanagara tahun 1255 selaku raja bawahan di Kadiri. Dengan demikian, pemberitaan kalau Kertanagara naik takhta tahun 1254 dapat diperdebatkan. Kemungkinannya adalah bahwa Kertanagara menjadi raja muda di Kadiri dahulu, baru pada tahun 1268 ia bertakhta di Singosari.
Raja Kertanegara Raja Kertanegara (1268-1292 M) merupakan raja terkemuka dan raja terakhir dari Kerajaan Singasari. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Singasari mencapai masa kejayaannya. Stabilitas kerajaan yang diwujudkan pada masa pemerintahan Raja Wisnuwardhana disempurnakan lagi dengan tindakan-tindakan yang tegas dan berani. Setelah keadaaan Jawa Timur dianggap baik, Raja Kertanegara melangkah ke luar Jawa Timur untuk mewujudkan cita-cita persatuan seluruh Nusantara di bawah panji Kerajaan Singasari.
Mandala Amoghapāśa dari masa Singosari (abad ke-13), perunggu, 22.5 x 14 cm. Koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.
Penemuan prasasti Mula Malurung memberikan pandangan lain yang berbeda dengan versi Pararaton yang selama ini dikenal mengenai sejarah Tumapel.
Kerajaan Tumapel disebutkan didirikan oleh Rajasa yang dijuluki "Bhatara Siwa", setelah menaklukkan Kadiri. Sepeninggalnya, kerajaan terpecah menjadi dua, Tumapel dipimpin Anusapati sedangkan Kadiri dipimpin Bhatara Parameswara (alias Mahisa Wonga Teleng). Parameswara digantikan oleh Guningbhaya, kemudian Tohjaya. Sementara itu, Anusapati digantikan oleh Seminingrat yang bergelar Wisnuwardhana. Prasasti Mula Malurung juga menyebutkan bahwa sepeninggal Tohjaya, Kerajaan Tumapel dan Kadiri dipersatukan kembali oleh Seminingrat. Kadiri kemudian menjadi kerajaan bawahan yang dipimpin oleh putranya, yaitu Kertanagara.
Pararaton dan Nagarakretagama menyebutkan adanya pemerintahan bersama antara Wisnuwardhana dan Narasingamurti. Dalam Pararaton disebutkan nama asli Narasingamurti adalah Mahisa Campaka.
Apabila kisah kudeta berdarah dalam Pararaton benar-benar terjadi, maka dapat dipahami maksud dari pemerintahan bersama ini adalah suatu upaya rekonsiliasi antara kedua kelompok yang bersaing. Wisnuwardhana merupakan cucu Tunggul Ametung sedangkan Narasingamurti adalah cucu Ken Arok.
Kejayaan
Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Singhasari (1272 - 1292). Ia adalah raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke luar Jawa. Pada tahun 1275 ia mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk menjadikan Sumatra sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi bangsa Mongol. Saat itu penguasa Sumatra adalah Kerajaan Dharmasraya (kelanjutan dari Kerajaan Malayu). Kerajaan ini akhirnya dianggap telah ditundukkan, dengan dikirimkannya bukti arca Amoghapasa yang dari Kertanagara, sebagai tanda persahabatan kedua negara.
Pada tahun 1284, Kertanagara juga mengadakan ekspedisi menaklukkan Bali. Pada tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim utusan ke Singhasari meminta agar Jawa mengakui kedaulatan Mongol. Namun permintaan itu ditolak tegas oleh Kertanagara. Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahan Singhasari di luar Jawa pada masa Kertanagara antara lain, Melayu, Bali, Pahang, Gurun, dan Bakulapura.
Keruntuhan
Candi Singhasari dibangun sebagai tempat pemuliaan Kertanegara, raja terakhir Singhasari.
Kerajaan Singhasari yang sibuk mengirimkan angkatan perangnya ke luar Jawa akhirnya mengalami keropos di bagian dalam. Pada tahun 1292 terjadi pemberontakan Jayakatwang bupati Gelanggelang, yang merupakan sepupu, sekaligus ipar, sekaligus besan dari Kertanagara sendiri. Dalam serangan itu Kertanagara mati terbunuh.
Setelah runtuhnya Singhasari, Jayakatwang menjadi raja dan membangun ibu kota baru di Kadiri. Riwayat Kerajaan Tumapel-Singhasari pun berakhir.
Hubungan Dengan Majapahit
Pararaton, Nagarakretagama, dan prasasti Kudadu mengisahkan Raden Wijaya cucu Narasingamurti yang menjadi menantu Kertanagara lolos dari maut. Berkat bantuan Aria Wiraraja (penentang politik Kertanagara), ia kemudian diampuni oleh Jayakatwang dan diberi hak mendirikan desa Majapahit.
Pada tahun 1293 datang pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese untuk menaklukkan Jawa. Mereka dimanfaatkan Raden Wijaya untuk mengalahkan Jayakatwang di Kadiri. Setelah Kadiri runtuh, Raden Wijaya dengan siasat cerdik ganti mengusir tentara Mongol keluar dari tanah Jawa.
Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit sebagai kelanjutan Singhasari, dan menyatakan dirinya sebagai anggota Wangsa Rajasa, yaitu dinasti yang didirikan oleh Ken Arok.



SUNGAI JODOH



Pada suatu masa di pedalaman pulau Batam, ada sebuah desa yang didiami seorang gadis yatim piatu bernama Mah Bongsu. Ia menjadi pembantu rumah tangga dari seorang majikan bernama Mak Piah. Mak Piah mempunyai seorang putri bernama Siti Mayang. Pada suatu hari, Mah Bongsu mencuci pakaian majikannya di sebuah sungai. Ular! teriak Mah Bongsu ketakutan ketika melihat seekor ulat mendekat. Ternyata ular itu tidak ganas, ia berenang ke sana ke mari sambil menunjukkan luka di punggungnya. Mah Bongsu memberanikan diri mengambil ular yang kesakitan itu dan membawanya pulang ke rumah. Mah Bongsu merawat ular tersebut hingga sembuh. Tubuh ular tersebut menjadi sehat dan bertambah besar. Kulit luarnya mengelupas sedikit demi sedikit. Mah Bongsu memungut kulit ular yang terkelupas itu, kemudian dibakarnya. Ajaib, setiap Mah Bongsu membakar kulit ular, timbul asap besar. Jika asap mengarah ke Negeri Singapura, maka tiba-tiba terdapat tumpukan emas berlian dan uang. Jika asapnya mengarah ke negeri Jepang, mengalirlah berbagai alat elektronik buatan Jepang. Dan bila asapnya mengarah ke kota Bandar Lampung, datang berkodi-kodi kain tapis Lampung. Dalam tempo dua, tiga bulan, Mah Bongsu menjadi kaya raya jauh melebihi Mak Piah Majikannya.
Kekayaan Mah Bongsu membuat orang bertanya-tanya. Pasti Mah Bongsu memelihara tuyul, kata Mak Piah. Pak Buntal pun menggarisbawahi pernyataan istrinya itu. Bukan memelihara tuyul! Tetapi ia telah mencuri hartaku! Banyak orang menjadi penasaran dan berusaha menyelidiki asal usul harta Mah Bongsu. Untuk menyelidiki asal usul harta Mah Bongsu ternyata tidak mudah. Beberapa dari orang dusun yang penasaran telah menyelidiki berhari-hari namun tidak dapat menemukan rahasianya.
Yang penting sekarang ini, kita tidak dirugikan, kata Mak Ungkai kepada tetangganya. Bahkan Mak Ungkai dan para tetangganya mengucapkan terima kasih kepada Mah Bongsu, sebab Mah Bongsu selalu memberi bantuan mencukupi kehidupan mereka sehari-hari. Selain mereka, Mah Bongsu juga membantu para anak yatim piatu, orang yang sakit dan orang lain yang memang membutuhkan bantuan. Mah Bongsu seorang yang dermawati, sebut mereka.
Mak Piah dan Siti Mayang, anak gadisnya merasa tersaingi. Hampir setiap malam mereka mengintip ke rumah Mah Bongsu. Wah, ada ular sebesar betis? gumam Mak Piah. Dari kulitnya yang terkelupas dan dibakar bisa mendatangkan harta karun? gumamnya lagi. Hmm, kalau begitu aku juga akan mencari ular sebesar itu, ujar Mak Piah.
Mak Piah pun berjalan ke hutan mencari seekor ular. Tak lama, ia pun mendapatkan seekor ular berbisa. Dari ular berbisa ini pasti akan mendatangkan harta karun lebih banyak daripada yang didapat oleh Mah Bongsu, pikir Mak Piah. Ular itu lalu di bawa pulang. Malam harinya ular berbisa itu ditidurkan bersama Siti Mayang. Saya takut! Ular melilit dan menggigitku! teriak Siti Mayang ketakutan. Anakku, jangan takut. Bertaha nlah, ular itu akan mendatangkan harta karun, ucap Mak Piah.
Sementara itu, luka ular milik Mah Bongsu sudah sembuh. Mah Bongsu semakin menyayangi ularnya. Saat Mah Bongsu menghidangkan makanan dan minuman untuk ularnya, ia tiba-tiba terkejut. Jangan terkejut. Malam ini antarkan aku ke sungai, tempat pertemuan kita dulu, kata ular yang ternyata pandai berbicara seperti manusia. Mah Bongsu mengantar ular itu ke sungai. Sesampainya di sungai, ular mengutarakan isi hatinya. Mah Bongsu, Aku ingin membalas budi yang setimpal dengan yang telah kau berikan padaku, ungkap ular itu. Aku ingin melamarmu untuk menjadi istriku, lanjutnya. Mah Bongsu semakin terkejut, ia tidak bisa menjawab sepatah katapun. Bahkan ia menjadi bingung.
Ular segera menanggalkan kulitnya dan seketika itu juga berubah wujud menjadi seorang pemuda yang tampan dan gagah perkasa. Kulit ular sakti itu pun berubah wujud menjadi sebuah gedung yang megah yang terletak di halaman depan pondok Mah bongsu. Selanjutnya tempat itu diberi nama desa Tiban asal dari kata ketiban, yang artinya kejatuhan keberuntungan atau mendapat kebahagiaan. Akhirnya, Mah Bongsu melangsungkan pernikahan dengan pemuda tampan tersebut. Pesta pun dilangsungkan tiga hari tiga malam. Berbagai macam hiburan ditampilkan. Tamu yang datang tiada henti-hentinya memberikan ucapan selamat. Dibalik kebahagian Mah Bongsu, keadaan keluarga Mak Piah yang tamak dan loba sedang dirundung duka, karena Siti Mayang, anak gadisnya meninggal dipatuk ular berbisa.
Konon, sungai pertemuan Mah Bongsu dengan ular sakti yang berubah wujud menjadi pemuda tampan itu dipercaya sebagai tempat jodoh. Sehingga sungai itu disebut Sungai Jodoh.

MALIN KUNDANG



Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keuangan keluarga yang memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas. Maka tinggallah si Malin dan ibunya di gubug mereka. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah 1 tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke kampung halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah. Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.
Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya.
Malin kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya. Ibunya semula kurang setuju dengan maksud Malin Kundang, tetapi karena Malin terus mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya menyetujuinya walau dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya. "Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak", ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang air mata.
Kapal yang dinaiki Malin semakin lama semakin jauh dengan diiringi lambaian tangan Ibu Malin Kundang. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah perjalanan, tiba- tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.
Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong
oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya. Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya. Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tapi apa yang terjadi kemudian? Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh. "Wanita tak tahu diri,
sembarangan saja mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping. "Wanita itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang. "Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku", sahut Malin kepada istrinya. Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu". Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.

KRAKATAU LEGEND



Senin 27 Agustus 1883 pukul 10.00 WIB adalah saat terakhir penduduk di sekitar Selat Sunda melihat Matahari tengah naik ke puncaknya. Setengah jam kemudian, mereka meregang nyawa diseret gelombang laut setinggi sampai 40 meter…Jumlah seluruhnya 36.417 orang berasal dari 295 kampung di kawasan pantai Banten dan Lampung. Keesokan harinya dan keesokan harinya lagi, penduduk sejauh sampai Jakarta dan Lampung tak melihat lagi Matahari – gelap gulita. Apa yang terjadi di hari yang seperti kiamat itu adalah letusan Gunung Krakatau di Selat Sunda.
Suara letusannya terdengar sampai sejauh 4600 km dan di dengar di kawasan seluas 1/8 permukaan Bumi. Telah banyak tulisan dan film di seluruh dunia dibuat tentang kedahsyatan letusan Krakatau ini. University of North Dakota, Volcanic Explosivity Index (VEI) mencantumkan dua gunungapi di seluruh dunia yang letusannya paling hebat dalam sejarah moderen : Krakatau 1883 (VEI : 6) dan Tambora 1815 (VEI : 7). Dua-duanya ada di Indonesia, tak jauh dari kita. Semoga kita, bangsa Indonesia – terlebih yang menamakan dirinya geologist, mengenal dengan baik dua gunungapi ini.
 Tetapi, banyak dokumen menunjukkan bahwa Krakatau 1883 bukanlah satu-satunya letusan dahsyatnya. Sebelumnya, masih di Krakatau juga, ada letusannya yang kelihatannya jauh lebih dahsyat lagi daripada letusan 1883, yang terjadi pada masa sejarah, pada masa kerajaan- kerajaan Hindu pertama di Indonesia tahun 400-an atau 500-an AD (Anno Domini, Masehi). Tentu saja letusan ini tak banyak ditulis apalagi difilmkan sebab pengetahuan kita tentangnya masih samar-samar, walaupun nyata. Adalah B.G. Escher (1919, 1948) yang berdasarkan penyelidikannya dan penyelidikan Verbeek (1885) – dua-duanya adalah ahli geologi Belanda yang lama bekerja di Indonesia – yang menyusun sejarah letusan Krakatau sejak zaman sejarah – moderen.
 Saat ini, di Selat Sunda ada Gunung Anak Krakatau (lahir Desember 1927,  44 tahun setelah letusan Krakatau 1883 terjadi), yang dikelilingi tiga pulau : Sertung (Verlaten Eiland, Escher 1919), Rakata Kecil (Lang Eiland, Escher, 1919) dan Rakata. Berdasarkan penelitian geologi, ketiga pulau ini adalah tepi-tepi kawah/kaldera hasil letusan Gunung Krakatau (Purba, 400-an/500-an AD). Escher kemudian melakukan rekonstruksi berdasarkan penelitian geologi batuan2 di ketiga pulau itu dan  karakteristik letusan Krakatau 1883, maka keluarlah evolusi erupsi Krakatau yang menakjubkan (skema evolusi Krakatau dari Escher ini bisa dilihat di buku van Bemmelen, 1949, 1972, atau di semua buku moderen tentang Krakatau).
 B.G. Escher berkisah, dulu ada sebuah gunungapi besar di tengah Selat Sunda, kita namakan saja KRAKATAU PURBA yang disusun oleh batuan andesitik. Lalu, gunung api ini meletus hebat  dan membuat kawah yang besar di Selat Sunda yang tepi-tepinya menjadi pulau Sertung, Rakata Kecil dan Rakata. Lalu sebuah kerucut gunungapi tumbuh berasal dari pinggir kawah dari pulau Rakata, sebut saja gunungapi Rakata, terbuat dari batuan basaltik. Kemudian, dua gunungapi muncul di tengah kawah, bernama gunungapi Danan dan gunungapi Perbuwatan. Kedua gunung api ini kemudian menyatu dengan gunung api di Rakata yang muncul terlebih dahulu.
Persatuan ketiga gunung api inilah yang disebut KRAKATAU. Tahun 1680, gunung Krakatau meletus 3 batuapung dan abu volkanik. Gunungapi Danan dan Perbuwatan hilang karena erupsi dan runtuh, dan setengah kerucut gunung api Rakata hilang karena runtuh, membuat cekungan kaldera selebar 7 km sedalam 250 meter. Desember 1927, ANAK KRAKATAU muncul di tengah- tengah kaldera.
menghasilkan lava andesitik asam. Tanggal 20 Mei 1883, setelah 200 tahun tertidur, sebuah erupsi besar terjadi, dan terus-menerus sampai puncak erupsi terjadi antara 26-28 Agustus 1883 (Inilah letusan Krakatau 1883 yang terkenal itu). Erupsi ini telah melemparkan 18 km
 Seberapa besar dan kapan erupsi KRAKATAU PURBA terjadi ? . Tulisan2 yang berhasil dikumpulkan (buku2 dan paper2 lepas) menunjuk ke dua angka tahun : 416 AD atau 535 AD. Angka 416 AD adalah berasal dari sebuah teks Jawa kuno berjudul ”Pustaka Raja Purwa” yang bila diterjemahkan bertuliskan : ”Ada suara guntur yang menggelegar berasal dari Gunung Batuwara. Ada goncangan Bumi yang menakutkan, kegelapan total, petir dan kilat. Lalu datanglah badai angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia. Sebuah banjir besar datang dari Gunung Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula. Ketika air menenggelamkannya, pulau Jawa terpisah menjadi dua, menciptakan pulau Sumatra” . Di tempat lain, seorang bishop Siria, John dari Efesus, menulis sebuah chronicle di antara tahun 535 – 536 AD, “ Ada tanda-tanda dari Matahari, tanda- tanda yang belum pernah dilihat atau dilaporkan sebelumnya. Matahari menjadi gelap, dan kegelapannya berlangsung sampai 18 bulan. Setiap harinya hanya terlihat selama empat jam, itu pun samar-samar. Setiap orang mengatakan bahwa Matahari tak akan pernah mendapatkan terangnya lagi” . Dokumen di Dinasti Cina mencatat : ”suara guntur yang sangat keras terdengar ribuan mil jauhnya ke baratdaya Cina”. (Semua kutipan diambil dari buku Keys, 1999 : Catastrophe : A Quest for the Origins of the Modern Worls, Ballentine Books, New York).
 Itu catatan2 dokumen sejarah yang bisa benar atau diragukan. Tetapi, penelitian selanjutnya menemukan banyak jejak-jejak ion belerang yang berasal dari asam belerang volkanik di temukan di contoh- contoh batuan inti (core) di lapisan es Antarktika dan Greenland, ketika ditera umurnya : 535-540 AD. Jejak2 belerang volkanik tersebar ke kedua belahan Bumi : selatan dan utara.  Dari mana lagi kalau bukan berasal dari sebuah gunungapi di wilayah Equator ? semua data menunjuk ke satu titik di Selat Sunda : Krakatau !.  Adalah sebuah letusan KRAKATAU PURBA penyebab semua itu.
 Letusan KRAKATAU PURBA begitu dahsyat, sehingga dituduh sebagai penyebab semua abad kegelapan di dunia. Penyakit sampar Bubonic (Bubonic plague) terjadi karena temperatur mendingin. Sampar ini secara signifikan telah mengurangi jumlah penduduk di seluruh dunia. Kota-kota super dunia segera berakhir, abad kejayaan Persia purba berakhir, transmutasi Kerajaan Romawi ke Kerajaan Bizantium terjadi, peradaban South Arabian selesai, berakhirnya rival Katolik terbesar (Arian Crhistianity), runtuhnya peradaban2 purba di Dunia baru – berakhirnya negara metropolis Teotihuacan, punahnya kota besar Maya Tikal, dan jatuhnya peradaban Nazca di Amerika Selatan yang penuh teka-teki. Kata Keys (1999), semua peristiwa abad kegelapan dunia ini terjadi karena bencana alam yang mahabesar, yang sangat mengurangi cahaya dan panas Matahari selama 18 bulan, menyebabkan iklim global mendingin.
 K. Wohletz, seorang ahli volkanologi di Los Alamos National Laboratory, mendukung penelitian David Keys, melalui serangkaian simulasi erupsi KRAKATAU PURBA yang terjadi pada abad keenam Masehi tersebut. Artikelnya (Wohletz, 2000 : Were the Dark Ages Triggered by Volcano-Related Climate Changes in the Sixth Century ? – If So, Was Krakatau Volcano the Culprit ? EOS Trans American Geophys Union 48/81, F1305) menunjukkan simulasi betapa dahsyatnya erupsi ini. Inilah beberapa petikannya. Erupsi sebesar itu telah melontarkan 200 km3 magma (bandingkan dengan Krakatau 1883 yang 3), membuat kawah 40-60 km, letusan hebat terjadi selama 34 jam, tetapi terus terjadi selama 10 hari dengan mass discharge 1 miliar kg/detik. Eruption plume telah membentuk perisai di atmosfer setebal 20-150 meter, menurunkan temperatur 5-10 derajat selama 10-20 tahun.
salah satu dampak ledakan krakatau
18 km
 Begitulah, Escher dan Verbeek menyelidiki ada erupsi Krakatau Purba;  dokumen2 sejarah dari Indonesia (Pustaka Raja), Siria, dan Cina mencatat sebuah bencana yang sangat dahsyat terjadi di abad 5 atau 6 Masehi; ice cores di Antarktika dan Greenland mencatat jejak-jejak ion sulfate volkanik dengan umur 535-540 AD, peristiwa2 Abad Kegelapan di seluruh dunia terjadi pada abad ke-6, dan simulasi volkanologi erupsi Krakatau Purba : semuanya kelihatannya bisa saling mendukung.